Forkim Minta KPK Usut Tuntas Anggota DPRD dan Kadisperkimtan Kabupaten Bekasi yang Begal Anggaran APBD 2022
bekasi-online.com, Rabu 23 Agustus 2023, 14:21 WIB, YRN/DR
CIKARANG, bksOL - Sebanyak 27 dari 50 Anggota DPRD Kabupaten Bekasi yang menerima pembagian proyek diduga di atur oleh Eksekutif untuk dibagikan kepada 27 Anggota DPRD Kabupaten Bekasi agar memuluskan Sidang Paripurna pertanggungjawaban APBD tahun 2022.
Baca juga: Yuk ikutan Polling ke-2 Mengetahui Siapa Calon Walikota Bekasi 2024?
Baca juga: Masa Jabatan Plt Walikota Bekasi, Tri Adhianto Akan Berakhir 20 Sep 2023 Besok Bareng 15 Kepala Daerah Lainnya
Hal ini disampaikan oleh Mulyadi, Ketua Umum Forum Komunikasi Intelektual Muda Indonesia (Forkim). Maka untuk, kata Mul, kasus ini harus diusut tuntas sampai ke akar-akarnya dan kami meminta kepada KPK agar segera memeriksa Kepala Dinas Perumahan Rakyat, Pemukiman dan Pertanahan (Disperkimtan), Nurchaidir karena sejumlah proyek kegiatan Anggota DPRD titiknya banyak di Disperkimtan.
Baca juga: Polda Metro Jaya Sasar DBMSDA yang Dipimpin Kerabat Tri Adhianto yang Diduga Lakukan Tipikor
Baca juga: Mulai Tercium Politik Kotor Di Dalam Tubuh KPU Kota Bekasi dengan Adanya Staf Titipan Partai
Mulyadi menyampaikan dari sejumlah 27 Anggota DPRD Kabupaten Bekasi diduga yang mendapatkan plotingan proyek paling banyak Ketua DPRD Kabupaten Bekasi yakni BN. Holik Qodratullah mendapatkan 36 Titik proyek dengan nilai pagu Rp 7.191.900,00 disusul oleh anggota DPRD Husni Thamrin mendapatkan 35 titik proyek dengan nilai pagu Rp 7.990.508,000. Anggota DPRD Suryo Pranoto mendapatkan 28 titik proyek dengan nilai Pagu Rp 7.595.562,525. Anggota DPRD Fatimah Hanum 23 titik proyek dengan nilai pagu Rp 6.593.381,000 dan Anggota 23 Anggota DPRD lainnya rata-rata mendapatkan 15 titik proyek.
"Diduga kuat bahwa selama ini dana pokir telah dijadikan ladang duit bagi para oknum Anggota Dewan setiap tahunnya, dan juga terindikasi terjadinya persekongkolan, bargaining antara oknum Legislatif dengan oknum Eksekutif dalam mengakali Anggaran. Maka dana bancakan ini menjadi sangat rawan terjadinya penyimpangan korupsi," ungkapnya.
Mulyadi menyampaikan bahwa ini salah satu umumnya dilakukan rombongan Anggota DPRD Kabupaten Bekasi, menerima suap untuk memuluskan laporan pertanggungjawaban Kepala Daerah atau penetapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Suap cara ini sering kali disebut 'uang ketok palu'. Agar tidak ada penolakan dari Legislatif, Kepala Daerah harus mengeluarkan uang suap untuk Pimpinan maupun semua Anggota DPRD.
"Maraknya korupsi massal Anggota DPRD tidak dapat terus-menerus dibiarkan. Kasus korupsi yang terjadi di Malang, Sumatera Utara, seharusnya menjadi peringatan dan pelajaran bagi semua Anggota DPRD Kabupaten Bekasi untuk berhenti melakukan praktik korupsi. Langkah penindakan dan pencegahan perlu dilakukan agar kejadian memalukan ini tidak terulang pada masa mendatang," imbuh Mulyadi mengakhiri.[*]
Reporter: YRN, Redaktur: DR