GIGI KAMBINGNYA BELUM KOMPLIT
Bekasi, dobeldobel.com
Melewati stasiun Kereta Api Cakung menuju jalan baru Bintara menembus Kranji, maka tak lebih dari 50 meter ada di sebelah kiri anda akan dengan mudah menjumpai banner besar bertulisan SATE KAMBING MUDA BAROKAH.
Mengudap sate kambing bisa di mana saja. Mau sate kambing muda atau kambing biasa nan empuk mudah didapat di setiap sudut Jakarta. Tapi, kalau Anda ingin ke daerah Bekasi, silakan saja mencoba Sate Kambing Barokah.
Kedai ini terletak di Jalan Harapan Baru Regency, Kota Baru, Bekasi Barat. Kalau Anda bukan warga Bekasi tentu tak gampang untuk mencarinya. Sebagai patokan, cari saja Stasiun Cakung. Tanya orang-orang yang ada di situ, pasti tahu tempat kedai Barokah berada. Ciri yang paling jelas adalah kambing-kambing yang bergelantungan di etalase.
Kedai milik Haji Nur Solehan ini sudah cukup dikenal di kawasan itu. Namun, sekadar saran, bila Anda bermobil dari Jakarta sebaiknya lewat jalan tol. Karena lalu lintas di situ sulit untuk diramal. Kemacetan yang tiba-tiba menghadang malah bisa membuat selera mengudap sate kambing jadi turun.
Nama Barokah mengingatkan kita pada nama warung-warung tegal. Memang, bila Anda wong Tegal, dan berniat bernostalgia dengan sate Tegal, di Barokahlah tempatnya. ”Sate ini khas Tegal,” ujar Mohammad Soleh, anak Haji Nur Solehan yang mendirikan kedai ini sejak 1995.
Sebetulnya, agak susah mendefinisikan sate tegal. Dibandingkan dengan sate lainnya yang ada di Jakarta nyaris tak ada bedanya. Lihat saja, di Barokah tomat adalah salah satu bagian bumbu yang tak terpisahkan. Demikian juga dengan bumbu kecapnya, bukan kacang giling seperti bumbu sate di sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Lepas dari ciri itu, kenyataannya sate Barokah memang laris manis. Setiap hari kedai ini bisa menghabiskan 10 ekor kambing untuk dijadikan sate, sop, dan gulai. Bahkan, di akhir tahun kemarin Barokah panen dengan memotong 14 ekor kambing. Untuk membuktikan, tengok saja kesibukan di Barokah saat menjelang makan siang atau sore hari.
Kambingnya berusia enam sampai delapan bulan
Dari 18 pegawainya, tujuh di antaranya khusus menyiangi kambing. Dua pegawai bertugas memisahkan daging kambing dari tulangnya. Empat pegawai yang lain menjadikan daging berbentuk sate. Dan satu orang sibuk di dekat panggangan. ”Setiap hari kerja mereka ya seperti itu,” ujar Soleh.
Ketika awal berdiri, kedai ini hanya muat 10 pelanggan. Sehari cuma menghabiskan empat ekor kambing. Sekarang sudah ada 10 meja berikut 60-an kursi. Papar Soleh pula, kedai sate milik bapaknya ini menyajikan resep leluhur. Nenek moyang Soleh adalah penjual sate di Tegal. Keahlian itu kemudian ditularkan ke anak keturunannya. ”Resep bumbu sate ini dari kakek saya yang juga penjual sate di Tegal. Sekarang usaha kakek itu diteruskan kakak saya,” papar Soleh.
Kalau kedai lain memesan kambing potong, di Barokah kambing-kambing itu dipotong sendiri. Kebiasaan ini memang pesan leluhur Soleh. Sayang, Soleh tak bisa menjelaskan arti pesan itu. Yang jelas, kambing potong sendiri lebih segar. Setiap kambing yang dipotong pasti terjual. Karena itu, di kandang harus selalu ada persediaan kambing. ”Sehari kita mesti menyiapkan 15 ekor kambing. Sepuluh dipotong pada hari itu, yang lima disisakan,” kata Soleh. Agar tetap segar, 10 kambing itu tak dipotong langsung. Pada pagi hari memotong lima ekor, dan sisanya pada siang atau sore hari. Tergantung kebutuhan.
Usia kambing pun dipilih yang sehat, masih belia, dan bertubuh gemuk. Setiap ada kiriman kambing dari pemasok, Soleh mengkhususkan diri memeriksa satu per satu. Untuk yang tak sesuai dengan kriteria di atas, ia tak segan-segan mengirimkan kembali ke pemiliknya. ”Kalau datang 20 tapi yang bagus 10, maka sisanya saya suruh mengembalikan,” tukasnya ringan.
Menurut Soleh, kambing yang belia itu bisa ditilik dari giginya. Kalau giginya sudah gede-gede, bisa dipastikan dagingnya ulet kalau disate. Jadi, pilihlah kambing yang masih lengkap gigi susunya. Kambing yang begini usianya kira-kira baru enam sampai delapan bulan. ”Istilahnya, giginya belum komplet,” sambung Soleh. Cara mengolahnya sama seperti warung sate lain. Sebelum dibakar, sate itu diperam beberapa saat dalam bumbu yang dibuat dari kecap, bawang, dan tomat. Bumbu itu pula yang dipakai sebagai bumbu untuk sate yang siap disajikan. Tentunya plus sambal ulek bila pelanggan menghendaki rasa pedas.
Rasa sate Barokah memang empuk dan berlemak. Rahasianya terletak pada cara membakarnya: jangan lebih dari 10 menit dan jangan sampai daging terjilat api panggangan. ”Bara api saja sudah cukup membuat sate matang,” ujar Soleh, serius. Di samping itu, membakar sate terlalu lama malah membuat pelanggan jadi bosan menunggu.
Adapun bagian kambing yang lain dijadikan sop atau gulai. Untuk sop, bahan bakunya adalah tulang kambing. Iso atau jeroan kambing, berikut kepala dan kaki, dijadikan bahan baku gulai. ”Sop dan sate ini yang jadi favorit,” ucap Soleh pula.
Harga sate dan supnya pun murah meriah. Dengan duit Rp 15.000, Anda sudah bisa menikmati 10 tusuk sate berikut satu mangkuk sop atau gulai. ”Per sepuluh tusuk sate harganya Rp 10.000, sedangkan sup dan gulai sama, Rp 5.000,” ungkap Soleh lagi.
Sayang, Soleh tidak pernah menghitung, berapa tusuk sate yang dihasilkan dari seekor kambing. Atau, berapa mangkuk sup yang bisa dia jual. ”Walah, enggak pernah ngitung,” kilah Soleh. Tapi dalam sehari tak kurang dua panci sop ukuran superjumbo disiapkan untuk pembelinya; sedangkan gulai cukup satu panci ukuran sedang saja. Dalam sehari, Soleh bisa menghabiskan 40 kg beras, 24 botol kecap, dan 12 kg tomat.
Bumbu sop Barokah juga tak ada yang berbeda dengan bumbu sop yang dipakai pedagang sop yang lain. Bumbu dasarnya merica, garam, dan pala. Setelah digerus halus, bumbu itu kemudian dimasukkan ke dalam panci yang sudah berisi rebusan tulang. ”Direbus agak lama. Biar bumbunya meresap,” kata Soleh. Bumbu yang meresap itulah yang layak untuk dibandingkan dengan sate lain.
Teh Poci Pengiring Sate
Acap kali pengudap sate kambing menjodohkan sate dengan bir. Mitos menyebutkan, perjodohan ini bisa membuat si ujang makin greng. Tapi kalau Anda ingin menjodohkan sate kambing dengan minuman yang lain, tentu tak ada salahnya. Nah, perjodohan yang unik terjadi di kedai sate Barokah milik Haji Nur Solehan.
Barokah yang punya pelanggan tetap seperti artis Hengky Tornando dan Hetty Sandjaja ini punya ciri khas yang sulit ditemui di kedai sate lain. Pengiring bersantap sate atau sop bukan bir atau es teh, tapi teh poci yang khusus didatangkan dari Tegal. ”Ini tradisi orang Tegal,” tutur Soleh. Semula, teh poci itu disiapkan untuk pegawainya, tapi ternyata pelanggan juga suka.o
Warung Sate Kambing Muda Barokah
Haji Nur Solehan
Jl. Harapan Baru Regency, Kota baru, Bekasi Barat, dekat Stasiun Cakung
Telepon: (021) 9346.1965 021 4801617 - HP. (021) 325.800.41
Jam buka 08.30 sampai 22.30
Bekasi, dobeldobel.com
Melewati stasiun Kereta Api Cakung menuju jalan baru Bintara menembus Kranji, maka tak lebih dari 50 meter ada di sebelah kiri anda akan dengan mudah menjumpai banner besar bertulisan SATE KAMBING MUDA BAROKAH.
Mengudap sate kambing bisa di mana saja. Mau sate kambing muda atau kambing biasa nan empuk mudah didapat di setiap sudut Jakarta. Tapi, kalau Anda ingin ke daerah Bekasi, silakan saja mencoba Sate Kambing Barokah.
Kedai ini terletak di Jalan Harapan Baru Regency, Kota Baru, Bekasi Barat. Kalau Anda bukan warga Bekasi tentu tak gampang untuk mencarinya. Sebagai patokan, cari saja Stasiun Cakung. Tanya orang-orang yang ada di situ, pasti tahu tempat kedai Barokah berada. Ciri yang paling jelas adalah kambing-kambing yang bergelantungan di etalase.
Kedai milik Haji Nur Solehan ini sudah cukup dikenal di kawasan itu. Namun, sekadar saran, bila Anda bermobil dari Jakarta sebaiknya lewat jalan tol. Karena lalu lintas di situ sulit untuk diramal. Kemacetan yang tiba-tiba menghadang malah bisa membuat selera mengudap sate kambing jadi turun.
Nama Barokah mengingatkan kita pada nama warung-warung tegal. Memang, bila Anda wong Tegal, dan berniat bernostalgia dengan sate Tegal, di Barokahlah tempatnya. ”Sate ini khas Tegal,” ujar Mohammad Soleh, anak Haji Nur Solehan yang mendirikan kedai ini sejak 1995.
Sebetulnya, agak susah mendefinisikan sate tegal. Dibandingkan dengan sate lainnya yang ada di Jakarta nyaris tak ada bedanya. Lihat saja, di Barokah tomat adalah salah satu bagian bumbu yang tak terpisahkan. Demikian juga dengan bumbu kecapnya, bukan kacang giling seperti bumbu sate di sebagian Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Lepas dari ciri itu, kenyataannya sate Barokah memang laris manis. Setiap hari kedai ini bisa menghabiskan 10 ekor kambing untuk dijadikan sate, sop, dan gulai. Bahkan, di akhir tahun kemarin Barokah panen dengan memotong 14 ekor kambing. Untuk membuktikan, tengok saja kesibukan di Barokah saat menjelang makan siang atau sore hari.
Kambingnya berusia enam sampai delapan bulan
Dari 18 pegawainya, tujuh di antaranya khusus menyiangi kambing. Dua pegawai bertugas memisahkan daging kambing dari tulangnya. Empat pegawai yang lain menjadikan daging berbentuk sate. Dan satu orang sibuk di dekat panggangan. ”Setiap hari kerja mereka ya seperti itu,” ujar Soleh.
Ketika awal berdiri, kedai ini hanya muat 10 pelanggan. Sehari cuma menghabiskan empat ekor kambing. Sekarang sudah ada 10 meja berikut 60-an kursi. Papar Soleh pula, kedai sate milik bapaknya ini menyajikan resep leluhur. Nenek moyang Soleh adalah penjual sate di Tegal. Keahlian itu kemudian ditularkan ke anak keturunannya. ”Resep bumbu sate ini dari kakek saya yang juga penjual sate di Tegal. Sekarang usaha kakek itu diteruskan kakak saya,” papar Soleh.
Kalau kedai lain memesan kambing potong, di Barokah kambing-kambing itu dipotong sendiri. Kebiasaan ini memang pesan leluhur Soleh. Sayang, Soleh tak bisa menjelaskan arti pesan itu. Yang jelas, kambing potong sendiri lebih segar. Setiap kambing yang dipotong pasti terjual. Karena itu, di kandang harus selalu ada persediaan kambing. ”Sehari kita mesti menyiapkan 15 ekor kambing. Sepuluh dipotong pada hari itu, yang lima disisakan,” kata Soleh. Agar tetap segar, 10 kambing itu tak dipotong langsung. Pada pagi hari memotong lima ekor, dan sisanya pada siang atau sore hari. Tergantung kebutuhan.
Usia kambing pun dipilih yang sehat, masih belia, dan bertubuh gemuk. Setiap ada kiriman kambing dari pemasok, Soleh mengkhususkan diri memeriksa satu per satu. Untuk yang tak sesuai dengan kriteria di atas, ia tak segan-segan mengirimkan kembali ke pemiliknya. ”Kalau datang 20 tapi yang bagus 10, maka sisanya saya suruh mengembalikan,” tukasnya ringan.
Menurut Soleh, kambing yang belia itu bisa ditilik dari giginya. Kalau giginya sudah gede-gede, bisa dipastikan dagingnya ulet kalau disate. Jadi, pilihlah kambing yang masih lengkap gigi susunya. Kambing yang begini usianya kira-kira baru enam sampai delapan bulan. ”Istilahnya, giginya belum komplet,” sambung Soleh. Cara mengolahnya sama seperti warung sate lain. Sebelum dibakar, sate itu diperam beberapa saat dalam bumbu yang dibuat dari kecap, bawang, dan tomat. Bumbu itu pula yang dipakai sebagai bumbu untuk sate yang siap disajikan. Tentunya plus sambal ulek bila pelanggan menghendaki rasa pedas.
Rasa sate Barokah memang empuk dan berlemak. Rahasianya terletak pada cara membakarnya: jangan lebih dari 10 menit dan jangan sampai daging terjilat api panggangan. ”Bara api saja sudah cukup membuat sate matang,” ujar Soleh, serius. Di samping itu, membakar sate terlalu lama malah membuat pelanggan jadi bosan menunggu.
Adapun bagian kambing yang lain dijadikan sop atau gulai. Untuk sop, bahan bakunya adalah tulang kambing. Iso atau jeroan kambing, berikut kepala dan kaki, dijadikan bahan baku gulai. ”Sop dan sate ini yang jadi favorit,” ucap Soleh pula.
Harga sate dan supnya pun murah meriah. Dengan duit Rp 15.000, Anda sudah bisa menikmati 10 tusuk sate berikut satu mangkuk sop atau gulai. ”Per sepuluh tusuk sate harganya Rp 10.000, sedangkan sup dan gulai sama, Rp 5.000,” ungkap Soleh lagi.
Sayang, Soleh tidak pernah menghitung, berapa tusuk sate yang dihasilkan dari seekor kambing. Atau, berapa mangkuk sup yang bisa dia jual. ”Walah, enggak pernah ngitung,” kilah Soleh. Tapi dalam sehari tak kurang dua panci sop ukuran superjumbo disiapkan untuk pembelinya; sedangkan gulai cukup satu panci ukuran sedang saja. Dalam sehari, Soleh bisa menghabiskan 40 kg beras, 24 botol kecap, dan 12 kg tomat.
Bumbu sop Barokah juga tak ada yang berbeda dengan bumbu sop yang dipakai pedagang sop yang lain. Bumbu dasarnya merica, garam, dan pala. Setelah digerus halus, bumbu itu kemudian dimasukkan ke dalam panci yang sudah berisi rebusan tulang. ”Direbus agak lama. Biar bumbunya meresap,” kata Soleh. Bumbu yang meresap itulah yang layak untuk dibandingkan dengan sate lain.
Teh Poci Pengiring Sate
Acap kali pengudap sate kambing menjodohkan sate dengan bir. Mitos menyebutkan, perjodohan ini bisa membuat si ujang makin greng. Tapi kalau Anda ingin menjodohkan sate kambing dengan minuman yang lain, tentu tak ada salahnya. Nah, perjodohan yang unik terjadi di kedai sate Barokah milik Haji Nur Solehan.
Barokah yang punya pelanggan tetap seperti artis Hengky Tornando dan Hetty Sandjaja ini punya ciri khas yang sulit ditemui di kedai sate lain. Pengiring bersantap sate atau sop bukan bir atau es teh, tapi teh poci yang khusus didatangkan dari Tegal. ”Ini tradisi orang Tegal,” tutur Soleh. Semula, teh poci itu disiapkan untuk pegawainya, tapi ternyata pelanggan juga suka.o
Warung Sate Kambing Muda Barokah
Haji Nur Solehan
Jl. Harapan Baru Regency, Kota baru, Bekasi Barat, dekat Stasiun Cakung
Telepon: (021) 9346.1965 021 4801617 - HP. (021) 325.800.41
Jam buka 08.30 sampai 22.30