FILM TERBARU: SUPREMASI HUKUM KALAH DENGAN INCREDIBLE GAYUS
Salah satu kandidat orang terpopuler se Indonesia versi gue |
Orang kini dengan mudahnya mengasosiasikan Gayus dengan jalan pintas kemaruk (cara rakus) menuju kaya raya, yang bisa dibuktikan dengan pengakuannya bahwa menjadi miskin adalah hal yang paling ditakutinya.
Gayus memang sudah bekerja dari bayi |
Akan tetapi pegawai pajak "ngetop" ini tak berhenti membuat berita besar. Di samping pengadilan kasus besarnya, Gayus dilaporkan menyuap pejabat dan penjaga tahanan sehingga dia bisa berliburan ke Bali bersama keluarganya. Tak heran kalau beberapa orang menyebutnya sebagai the Incredible Gayus (gue jadi film the Incredible Hulk deh, hehehehe!!!!)
"Kuberi kau satu permintaan...!" TUING! |
Rangkaian kejadian ini menunjukkan keahlian tingkat tinggi Gayus dalam membuat kesepakatan dengan petugas, dan dengan bantuan dari kekuatan "raksasa hijau"-nya (baca "duit" atau "fulus" alias "uang"... hiperbolis gak seh?), Gayus bisa mengatur segala sesuatunya sesuai dengan keinginannya.
Masih ingat dengan iklan komersial rokok Djarum 76? Gayus bilang, "Aku mau ke Bali!" dan "tuing!" Gayus sudah di Bali. Tapi waktu dia minta berubah wajahnya supaya nggak ketahuan orang banyak, dia cuma bilang, "Aku minta supaya wajahku berubah kayak Afghan,"... sang "jin-hijau" (baca : sekali lagi baca "uang") cuma ketawa ngakak.... sambil bilang "Mimpi....!"
Sayangnya orang seperti Gayus, tidak sendirian |
Seperti halnya Gayus, pada mulanya orang-orang agak bingung bagaimana membuat kesepakatan dengan polisi, tapi setelah beberapa waktu berjalan, melalui banyak pengalaman, orang-orang mulai mengerti bagaimana sistem bekerja.
Mereka belajar tentang celah bolong dan sedikit demi sedikit memanipulasi sistem untuk tujuan mereka. Sistem semakin jauh dirusak karena penegak hukum sendiri (polisi lalu lintas) memang korup. Para penegak hukum ini bergaji rendah, sehingga mengambil uang tilang dari para pelanggar lalu lintas adalah hal termudah dan tercepat untuk mencari tambahan pendapatan demi memenuhi kebutuhan mereka.
orang-orang membutuhkan peraturan hukum yang bisa dilanggar |
Pada kasus tilang lalu lintas, orang-orang membutuhkan peraturan hukum yang bisa dilanggar hanya dengan membayar sejumlah uang, sementara di lain pihak, penegak hukum membutuhkan uang tambahan untuk kebutuhan mereka.
Saat kedua kebutuhan pas bertemu, maka transaksi penyuapan berlangsung (beda banget kan dengan seorang ibu yang menyuapi bayinya? hehehe).
Saat persediaan lebih besar dan permintaan turun, maka harga yang harus dibayarkan orang menjadi turun. D dalam kasus tilang lalu lintas, para penerima tilang tak akan menawarkan suap kepada polisi lebih dari jumlah sanksi penalti di pengadilan, jadi permintaan untuk suap yang lebih mahal jarang terjadi.
Karena dia adalah orang yang sangat tertekan |
Sementara itu dalam kasus Gayus, permintaan untuk pembebasan sementara dari tahanan adalah sangat tinggi, karena dia adalah orang yang sangat tertekan yang ingin menghabisan waktunya bersama keluarga. sementara di lain pihak persediaan sangat kecil (peluangnya) karena keputusan ada di tangan-tangan para pimpinan penjara.
hukum bisa dibengkokkan jika harganya pas |
Transaksi di penjara, jalanan dan banyak tempat lainnya di republik kita yang korup ini memang membuat perih hati. Hukum menjadi komoditas dan kehilangan efek jeranya. Hukum tak lagi dihormati karena orang tahu bahwa hukum bisa dibengkokkan jika harganya pas. Dan juga kehilangan makna "kapok untuk berbuat lagi" (raison d 'etre) demi mencegah orang melakukan kejahatan.
Hukum secara gamblang ditelanjangi, sebagai ganti bahwa negara ini diatur oleh hukum, kehidupan orang saat ini diatur oleh kekuatan uang. Karena uang bisa membeli kebenaran, yang pada akhir harinya mereka yang memiliki uang bisa menang, sementara mereka yang tak punya akan musnah.
Kasus penyuapan yang tampak ke permukaan ini menunjukkan kekuatan uang di jaman kita, khususnya dalam penanganan kasus Gayus, yang ironisnya tak ada bedanya dengan abad 17, ketika seorang filosof Thomas Hobbes menggambarkan "a homo homini lupus", atau seorang manusia menjadi serigala bagi sesamanya.
homo homini lupus |
Gayus telah mengingatkan kita bahwa usaha untuk menegakkan keadilan di negara ini belum sesuai dengan harapan rakyat kita, justru kembali kepada ujung dari ketiadaan hukum.
Disarikan dari beberapa Sumber dan tulisan: A'an Suryana, The author is a staff writer at The Jakarta Post dan beberapa sumber